Connect with us

Adil Meski pada yang Dibenci

Ensiklopedi

Adil Meski pada yang Dibenci

Sebagaimana telah dijelaskan dalam artikel Amar Ma’ruf dan Nahi Munkar dengan Ma’rufbahwa seorang muslim bukan lantas harus diam pada kemunkaran. Ia harus bergerak, sesuai hadis Nabi, minimal dengan hatinya, jika bisa dengan ucapannya, dan kalau memang memunkinkan dengan sikap untuk melawan kemunkaran. Kemunkaran yang dimaksud juga bukan hanya kemunkaran ritual, tapi juga sosial seperti melawan tindak korupsi, dan lain-lain. Hanya saja, perhatikan bahwa syarat utama melawannya harus dengan cara-cara yang baik (ma’ruf).

Lalu, bagaimana agar bisa konsisten dalam cara yang baik tersebut? Semuanya harus dimulai sejak niat, sebagaimana hal ini diulas dan ditekankan oleh Habib Muhammad bin Alwi Alaydrus (asal Hadhramaut, Yaman) dalam karyanya Kitab an-Niyyat dengan mengutip hadis Nabi Muhammad: “Sesungguhnya segala amal bergantung pada niatnya”, bahwa orang yang tertipu, tergelincir adalah ia yang tertipu, tergelincir untuk meniatkan sesuatu yang baik.

Bagaimana niatnya? Habib Umar bin Hafidz dalam Jalsatuddu’at I di Jakarta Islamic Center (JIC) pada 15 Oktober 2017 menerangkan: Kemarahan dan kecumburan yang seharusnya hanya untuk Allah, apabila dijadikan bukan karena Allah maka justru akan menarik orang-orang tersebut di luar jalan Allah.” Sayyidina Ali bin Abu Thalib pernah menunda hempasan pedangnya pada musuh lantaran musuh tersebut meludahinya. Ketika ditanya mengapa ia justru menundanya? Ia berkata bahwa ia tak mau hempasan pedang itu karena rasa marahnya lantaran diludahi, bukan karena Allah semata. Sedangkan yang memang kadang terjadi adalah perlawanan terhadap kemunkaran secara pragmatis, bukan tulus: tebang pilih, nepotisme, dan lain-lain.

Oleh karena itu, kuncinya adalah “keadilan”.

Nabi katakan bahwa jika putri Nabi, Sayyidah Fatimah az-Zahra mencuri, maka Nabi sendiri yang akan memotong tangannya. Keadilan itu harus berangkat sejak diri sendiri dan keluarga, sebagaimana dipesankan oleh Al-Qur’an dalam QS. At-Tahrim: 6: “Hai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka …”. Maka, Habib Umar menekankan: “Sesungguhnya tempat kemarahan, kecemburuan, dan ketegasan karena Allah terhadap orang kafir tersebut dengan cara tidak membiarkan kemungkaran-kemungkaran tersebut menyebar pada diri kita, keluarga kita, dan dari dalam rumah kita.” “Bukan seseorang yang mengklaim dia tegas dan marah karena Allah tetapi melakukan hal-hal yang tidak sesuai syariat Allah. Namun, ketika melihat ada orang-orang yang di luar sana melakukan kemungkaran tersebut dia marah, dia bangkit, kemarahan dan emosinya siap melakukan kekerasan, sedangkan kesalahan yang ada pada keluarganya sendiri dia hanya diam seribu bahasa. Bukan itu yang dimaksud marah karena Allah,” Habib Umar melanjutkan.

Kemarahan, kecemburuan, dan ketegasan yang karena Allah akan melahirkan keadilan, dan yang karena diri sendiri akan melahirkan cacian, makian, dan sikap-sikap yang tak adil dan di luar jalan Allah yang bukan hanya akan buruk bagi objeknya lantaran takkan membuat mereka bertobat melainkan bisa jadi semakin tak simpati pada jalan Allah lantaran sikap kita, tapi juga subjeknya karena dengan sikap yang tak adil berarti ia telah masuk dalam kemunkaran yang lain yang bisa jadi itu lebih nyata di mata Allah.

Habib Umar berkisah tentang salah seorang sahabat Nabi yang meminum minuman keras. Kemudian dibawa ke hadapan Nabi, dan dihukum cambuk 41 kali. Kemudian setelah itu dia melakukan lagi dan tertangkap lagi dan dicambuk 41 kali untuk kedua kalinya. Sampai dengan yang ketiga kalinya dia tertangkap lagi dan dicambuk, sehingga ada orang yang mencaci makinya. Nabi yang mendengar caci maki itu kemudian bersabda: “Tidak! Ini sudah melewati batas. Jangan mencaci maki dia. Dia sudah dihukum cambuk 41 kali. Janganlah kalian menjadi antek setan yang menjerumuskan saudaramu yang muslim lebih jauh kepada Allah.” Bahkan orang itu dipuji oleh Nabi: “Ketahuilah, bagaimanapun dia tetap cinta kepada Allah dan Rasul-Nya.”

“Nabi menyetujui, mengikrarkan dan menetapkan ini hukum Islam harus ditegakkan atas peminum minuman keras, tapi Nabi ‘pun tidak memperkenankan seorang muslim mencaci muslim lainnya. Ini adalah timbangan kenabian,” lanjut Habib Umar. Timbangan kenabian itu berdasarkan timbangan Allah dalam QS. Al-Maidah: 2,yaitu: “… Dan janganlah sekali-kali kebencian(mu) kepada sesuatu kaum karena mereka menghalang-halangi kamu dari Masjidil Haram, mendorongmu berbuat aniaya (kepada mereka) …” Dan timbangan Allah dan Nabi-Nya itulah yang harus menjadi timbangan kita dalam amar ma’ruf dan nahi munkar.

Pesan Habib Umar: “Barangsiapa yang ingin membela dan berjuang untuk agama Islam, maka wujudkan perjuangan dan pembelaan tersebut dengan kesungguhan kepada Allah dan peneladanan terhadap Nabi. Dan barangsiapa yang ingin mencegah orang lain dari kemungkaran, jangan karena salah kaprah hingga justru menimbulkan kemungkaran-kemungkaran lainnya yang bahkan lebih besar.”

Print Friendly, PDF & Email
Husein Ja'far Al Hadar

Sarjana, Peneliti, dan Penulis Keislaman.

Click to comment

You must be logged in to post a comment Login

Leave a Reply

More in Ensiklopedi

To Top