Connect with us

Empat Solusi Ibn Khaldun untuk Mengatasi Hoax

Artikel

Empat Solusi Ibn Khaldun untuk Mengatasi Hoax

Alih-alih hanya menyebutkan penyebab kemunculan hoax (lih., Tujuh Penyebab Hoax menurut Ibn Khaldun), Ibn Khaldun juga menghadirkan solusi untuk mengatasinya. Sedikitnya ada empat solusi dari Ibn Khaldun untuk mengatasi warta bohong. Pertama, al-I`tidâl fi qabûl al-khabar. Kedua, jarh wa ta`dil. Ketiga, ma`rifah `qasdh al-khabar. Keempat, ma`rifah tabâ`i al-`umrân. (Ibn Khaldun, Muqaddimah Ibn Khaldun, ed., Khalil Syahadah dan Sahil Zakar, Beirut: Darul Fikr, 2001, h. 46-47)

Berita bohong, menurut Ibn Khaldun dapat diatasi antara lain dengan moderasi dalam menerima kabar (al-I`tidâl fi qabûl al-khabar). Orang yang fanatik pada sesuatu sulit mendapatkan kabar objektif tentang sesuatu yang difanatiki. Misalnya, orang itu terlalu menyukai seorang tokoh, maka dia cenderung mengabaikan keburukan yang mungkin ada pada tokoh itu. Sebaliknya, ketika seseorang membenci seorang tokoh, dia sulit menerima kebaikannya.

Supaya mendapatkan kabar yang objektif, sepatutnya kita bersikap moderat. Dengan sikap moderat, seseorang bisa kritis pada tokoh yang pernah dipilihnya ketika tokoh itu bertindak tidak benar. Di pihak lain, dia pun bisa mengapresasi rival tokoh pilihannya, ketika tokoh rival itu melakukan hal-hal yang positif bagi masyarakat. Melalui sikap semacam itu, hoax tentang tokoh yang dipilih atau tokoh yang tidak dipilih dapat diatasi.

Hoax juga bisa diatasi dengan melakan jarh wa ta`dil. Itu metode yang familiar di kalangan para pengkaji Sunnah Nabi Muhammad saw. Yang dimaksud dengan jarh adalah kritik terhadap informan, yang menunjukkan kemungkinan kelemahannya. Sedangkan ta`dil merupakan apresiasi positif terhadap informan yang menunjukkan bahwa informan patut didengarkan.

Di titik ini, informan ditinjau ulang. Jika ada kelemahan padanya, maka kita patut mengkritiknya. Sebaliknya, jika informan itu adalah informan yang informasinya dapat diambil, maka kita patut mengapreasianya. Dalam terang jarh wa ta`dîl, informan tak selamanya jelek, sebagaimana tak selamanya buruk. Informan mungkin berkualitas baik atau buruk. Karena itu, kualitas informan patut ditinjau ulang supaya kita tidak terjerambat pada informasi keliru.

Ketidakbenaran warta bisa muncul karena ketidaktahuan tentang maksud warta itu. Solusinya pun jelas: ma`rifah `qasdh al-khabar: mengetahui maksud kabar. Apa gerangan pesan utama yang hendak disampaikan suatu berita? Itu pertanyaan yang perlu dijawab untuk menghindari kesalahpahaman.

Hermeneutika yang fokus pada pencarian makna bisa digunakan untuk mengetahui maksud suatu kabar. Hermeneutika yang dimaksud bukanlah metode eksegesis Al-Kitab, tapi metode untuk menangkap arti segala sesuatu yang bermakna, seperti kabar yang beredar. Dengan hermeneutika, makna kabar dapat diketahui dengan menelisik pengirimnya (komunikatornya), lingkup yang berada di sekitar komunikator dan kabar itu sendiri, tradisi yang berkelindan di dalamnya, dan lain sebagainya. Yang jelas, hermeneutika yang fokus mencari makna dapat digunakan untuk mengatasi hoax yang menghajatkan pengetahuan di balik kabar.

Terakhir, Ibn Khaldun menawarkan ma`rifah tabâ`i al-`umrân (mengetahui tabiat `umrân), sebagai sarana untuk mengatasi hoax. Ibn Khaldun mendefinisikan `umrân dengan ijtimâ` al-basyari (perkumpulan manusia).(Ibn Khaldun, Muqaddimah, h. 49). Ibn Khaldun juga mengatakan bahwa “setiap peristiwa, baik suatu entitas maupun suatu tindakan, pasti memiliki tabiat khusus”. (Ibn Khaldun, Muqaddimah, 47). Sekiranya orang mengetahui tabiat perkumpulan manusia dan tabiat segala sesuatu, maka orang itu tidak akan mengonsumsi atau memproduksi hoax.

Setiap entitas/peristiwa selalu terkait dengan entitas/peristiwa lain. Ada hubungan kausalitas antara satu entitas/peristiwa dan entitas/peristiwa lain walaupun sebab dan akibatnya kerap tidak tunggal. Relasi kausalistik itu perlu disadari sehingga hoax tidak akan dibenarkan.

Perkumpulan manusia pun punya berbagai sistem yang berkelindan. Dewasa ini, ada berbagai ilmu yang mengkajinya, khususnya yang terhimpun dalam ilmu-ilmu sosial dan humaniora. Orang yang mempelajari dan mengindahkan ilmu-ilmu sosial dan humaniora bisa memahami bahkan memproyeksi hal ihwal terkait hidup manusia dan masyarakat. Dengan pengetahuan semacam itu, hoax yang disebarkan oleh orang bodoh dan/atau orang pintar tapi tidak benar, dapat dihindari dan dilawan dengan kritis.[]

Print Friendly, PDF & Email
Zainul Maarif

Dosen dan Peneliti di bidang Filsafat dan Agama. Alumni Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir ini telah mempublikasikan beberapa buku: "Kosmologi dan Sirah Nabi versi Ibnu Arabi: Ulasan atas Syajarah Al-Kawn" (2019), "Fathurrabbani Syekh Abdul Qadir Al-Jailani" (2018), "Ar-Risalah Imam Syafi'i" (2018), "Kitab Kebijaksanaan orang-orang Gila" (2017, 2019), "Logika Komunikasi" (2015, 2016), "Rahasia Asmaul Husna Ibnu Arabi" (2015), "Retorika: Metode Komunikasi Publik" (2014, 2015, 2017, 2019), "Pos-Oksidentalisme: Identitas dan Alteritas Pos-Kolonial" (2013), "Filsafat Yunani" (2012), "Surga Yang Allah Janjikan" (2011), "Pos-Oksidentalisme: Dekonstruksi atas Oksidentalisme Hassan Hanafi" (2007), "Sosiologi Pemikiran Islam" (2003), "Dekonstruksi Islam: Elaborasi Pemikiran Hassan Hanafi dan Nasr Hamid Abu Zaid" (2003).

Click to comment

You must be logged in to post a comment Login

Leave a Reply

More in Artikel

To Top